RibakNews.com (Jakarta) –Forum Komunikasi Rakyat Indonesia (FORKORINDO), belum lama ini telah melayangkan surat kepada Kementerian Perhubungungan Repubik Indonesia, terkait pencabutan alokasi lahan seluas 165 ha, yang diberikan Badan Pengusahaan (BP) Batam kepada sejumlah perusahaan property diwilayah Bandara Batam Provinsi Kepulauan Riau.
Berdasarkan Rencana Induk Bandar Udara (RIB) Hang Nadim Batam yang mencakup 1.762,700144 ha, untuk pengalokasian lahan Badan Pengusaan (BP) Batam, memberikan seluas 165 ha, kepada empat (4), perusahaan property.
Ketua Umum FORKORINDO, menduga telah terjadi praktik gratifikasi sebesar US$6 (Rp94.000)/m, kepada oknum Badan Pengusahaan (BP) Batam, Provinsi Kepulauan Riau.
Dikatakan, “pengalokasian merupakan tindakan kontroversi terhadap paraturan perundang-undangan yang mengatur penataan bandara dan diyakini kebenarannya sesuai dengan Informasi yang diterima FORKORINDO,” tegas Tohom TPS, SE, SH, MM.
Tidak hanya itu, dirinya mengatakan, “telah menggelar rapat dan merekonstruksi kasus bersama beberapa praktisi hukum yang bergabung dalam FORKORINDO,” terangnya.
“Dalam beberapa waktu ke depan, kami akan mengajukan gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara, terlepas dari apa jawaban Menteri Perhubungan Republik Indonesia. Ini menjadi perhatian utama kami,” ungkapnya.
Pasalnya, “bandara merupakan objek vital nasional yang menyangkut kenyamanan dan keselamatan penerbangan”.
Ironisnya lagi, “ keempat perusahaan disinyalir telah memiliki alokasi di dalam area kawasan bandara. Hal tersebut sarat dengan pelanggaran dan tidak sesuai dengan RIB Hang Nadim di Kota Batam Provinsi Kepulauan Riau,” bebernya.
Diantaranya, sebagai berikut: (a) PT Prima Propertindo Utama, (b) PT Batam Prima Propertindo, (c) PT Cakra Jaya Propertindo, dan (d) PT Citra Tritunas Prakarsa,” jelas Tohom TPS, SE, SH, MM, kepada sejumlah awak media. Minggu(24/12/2022).
“Selain sanksi pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) pelaku dapat dikenai pidana tambahan berupa pemberhentian secara tidak dengan hormat dari jabatannya”.
Tidak hanya itu, “Sanksi hukumnya berat, karena pengalokasian lahan di dalam area bandara, tegas dilarang sejumlah paraturan di negeri ini,” sambungnya.
Mengacu pada Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 87 tahun 2011 tentang Rencana Tata Ruang Kawasan Batam, Bintan, dan Karimun, khususnya pasal 88 tentang Zonasi Bandar Udara Umum Hang Nadim, Batam,” tuturnya.
Terkait surat yang dilayangkan kepada Kementerian Perhubungan Republk Indonesia dan juga Undang-Undang Republik Indonesia Nomor Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, khususnya pasal Pasal 73 yang mengamanatkan.
“Setiap Pejabat Pemerintah yang berwenang yang menerbitkan izin tidak sesuai dengan rencana tata ruang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 ayat (7), dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
Tidak hanya itu, sesuai dengan Keputusan Menteri Perhubungan RI nomor KM 47 tahun 2022 tentang Rencana Induk Bandar Udara Hang Nadim di Kota Batam Provinsi Kepulauan Riau.
“Pada diktum Pertama Kepmenhub 47/2022 tersebut menetapkan: Menetapkan Rencana Induk Bandar Udara Hang Nadim terletak di Rota Batam Provinsi Kepulauan Riau dengan acuan koordinat pada ujung landas pacu TH. 22 yang terletak pada koordinat 01° 08′ 04,50″.
Lintang Utara (LU): 104° 07′ 50,84″ Bujur Timur (BT) atau pada koordinat bandar udara X = 20.000 meter dan Y = 20.000 meter. Dimana sumbu X berhimpit dengan sumbu landas pacu yang mempunyai azimuth 41° 37’ 6,94” – 221° 37’ 6,94”, terhadap arah utara geografis dan sumbu Y melalui eksisting ujung landas pacu TH. 22 tegak lurus sumbu X.
Atas dasar tersebut, FORKORINDO (Forum Komunikasi Rakyat Indonesia), “mendesak Kementerian Perhubungan Republik Indonesia, untuk dilakukan proses hukum dengan tindakan pengalokasian lahan yang diberikan kepada pengembang property,”
“Mengacu pada SK Kemenhub nomor KM 47 tahun 2022 tentang Rencana Induk Bandar Udara Hang Nadim di Kota Batam Provinsi Kepulauan Riau, yang menetapkan 1.762,700144 ha, wilayah RIB Hang Nadim,” sambungnya.
Dalam surat tersebut Ketua Umum FORKORINDO mengatakan, ”bahwa pengalokasian lahan kepada para pengembang properti di wilayah R.I.B adalah pelanggaran hukum, dan wajib diproses hukum oleh Kementerian Perhubungan Republik Indonesia,” tegasnya.
Ditempat yang berbeda, sejumlah para pengunjuk rasa, terkait Lahan Pulau Batam di Gedung KPK. Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Riau Corruption Watch (RCW) menggelar demonstrasi di halaman gedung Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). RCW menuntut KPK turun tangan dalam menangani pengalokasian lahan yang semrawut. Jumat (23/12 /2022)
“Tindakan semena-mena dalam pengalokasian lahan tersebut, telah menimbulkan keresahan di kalangan penerima alokasi lahan, dan di sisi lain, menimbulkan kerusakan lingkungan,” tegas Ketua LSM RCW, Muren Mulkan kepada sejumlah awak media.
”Kami melakukan unjuk rasa di KPK karena pengelolaan pertanahan di Pulau Batam, belakangan ini semakin amburadul. Lahan di mana saja, jika ada fee, akan dialokasikan oleh BP Batam,”
“Tindakan ini harus segera dihentikan, dan KPK kami minta turun tangan mengusut kasus suap dan gratifikasi dalam penerbitan alokasi lahan,” ucap Muren Mulkan.
Tidak hanya itu, seorang tokoh masyarakat di Batam, H Ismail, turut melakukan unjuk rasa di gedung KPK. H Ismail, dirinya melakukan protes untuk pengalokasian lahan yang nota bene tidak memperhatikan aspek keadilan dan lingkungan,” tuturnya.
Menurutnya, “ada kejanggalan dan keganjilan (dalam pengalokasian lahan di Pulau Batam -Red), salah satu persoalan Izin Peralihan Hak (IPH). Dikatakan, ada satu lokasi yang belum dibangun, kog bisa memperoleh IPH ?” tutur H.Ismail.
“Jadi, kita minta kepada BP Batam, jika IPH bisa diberikan ke lahan yang belum dibangun, mengapa yang lain tidak diberikan,Jangan pilih kasih,” tegas H Ismail kepada sejumlah awak media. (Red/Tim).
Beberapa lokasi lahan dicabut dari penerima alokasi karena diduga tidak bersedia membayar fee atau gratifikasi kepada oknum BP Batam. “Sebagian lagi lahan dialokasikan kepada pengguna lahan, meski berada di hutan lindung, dan hutan mangrove,” tutupnya.
Hasil penelusuran dibeberapa lokasi, diduga ribuan ha hutan manggrove (hutan bakau) yang berada di Kecamatan Sei Beduk dan Kecamatan Bengkong. Patut diduga telah dialokasikan kepada oknum pengusaha property, untuk seterusnya dilakukan pengurugan (Red).
Hingga berita ini diturunkan terkait desakan FORKORINDO kepada Kementerian Perhubungan Republik Indonesia untuk pencabutan pengalokasian lahan seluas 165 ha, yang diberikan Badan Pengusahaan (BP) Batam kepada sejumlah perusahaan property diwilayah Bandara Batam Provinsi Kepulauan Riau,belum terkonfirmasi.
(Parulian).