Kop Silva Di Meranti dan Dinas LHK Riau Akan Digugat Yayasan Pradata AN, Diduga Rusak Hutan Mangrove

Foto : Ilustrasi Panglong Arang/Pabrik Arang (Dok/KTC).
Foto : Ilustrasi Panglong Arang/Pabrik Arang (Dok/KTC).

RibakNews.com (Pekanbaru) –Yayasan Pratama Anugerah Negeri (PAN), salah satu Yayasan yang Fokus Pelestarian Alam dan pengawasan Hutan menyoroti salah satu Koperasi yang bergerak dalam bisnis Arang Teki (Mangrove) Di Kabupaten Kepulauan Meranti, Riau, yang diduga kuat berkorporasi. Jum’at (12/10/2023).

Penyorotan tersebut pun sungguh tidak main – main, Yayasan Pratama Anugerah Negeri akan melakukan gugatan Legal Stending kepada salah satu Koperasi Silva yang telah berdiri puluhan tahun Di Kota Selatpanjang, Kabupaten Kepulauan Meranti, Riau.

Tak hanya itu, Yayasan Pratama Anugerah Negeri juga sekaligus melakukan gugatan terhadap Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan (DLHK), Provinsi Riau, yang diduga kuat melakukan pembiaran atau tidak melakukan tindakan tegas selama bertahun – tahun terhadap penebangan Hutan Mangrove tersebut.

Sudah bukan menjadi rahasia umum, bahwa kabupaten Kepulauan Meranti merupakan wilayah pesisir yang banyak ditumbuhi pohon mangrove, namun habitatnya seakan terhenti karena penebangan mangrove yang tiada henti bahkan tanpa pencegahan, posisi pencegahan berbuah pembiaran yang berdampak terjadinya penyusutan mangrove hingga Abrasi.

Samuel Pasaribu selaku Ketua Yayasaan Pradata Anugerah Negeri menjelaskan berdasarkan hasil investigasi mereka, ada dua faktor yang menyebabkan terjadinya perambahan hutan mangrove Di Kabupaten Kepulauan Meranti.

“Bahwa faktor penyebab terjadinya penebangan tanaman mangrove terdiri dari dua faktor, yaitu faktor eksternal yang dilakukan perusahaan industry arang, yang diduga kuat terjadi dengan modus Koprasi, yaitu Koprasi Silpa Di Selatpanjang, untuk melakukan perambahan hutan Mangrove, dan faktor intern terjadi akibat kurangnya pengawasan dan pembiaran hingga tidak adanya tindakan tegas oleh DLHK Provinsi Riau,” ujarnya.

Sambungnya lagi. “Sanksi pelaku penebangan hutan mangrove diatur dalam Pasal 78 ayat (7) Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, Pasal 73 huruf (b) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 sebagai perubahan Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau Kecil Pasal 42 Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 2004 tentang Perlindungan Hutan, serta sanksi pidana Pasal 98 ayat 1 dan 99 ayat 1 Undang- Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup,”.

“Dampak yang dirasakan dari penebangan tanaman mangrove bagi masyarakat sekitar Kepulauan Meranti yaitu terjadinya abrasi pantai dan semakin mendekatnya garis pantai ke pemukiman masyarakat, untuk itu penanggulangan yang dilakukan dengan melakukan reboisasi hutan mangrove, kampanye anti penebangan liar, dan melakukan pengawasan terhadap hutan mangrove yang kuat dugaan kita telah terjadi pembiaran oleh DLHK Riau,” pungkasnya.

“Pemanfaatan hutan dengan menggunakan kaidah-kaidah dan norma-norma yang berlaku menjadikan hutan akan lebih lestari (sustainable) dan akan bermanfaat bagi kepentingan generasi yang akan datang,” tambahnya.

Samuel Pasaribu pun menjelaskan fungsi mangrove bagi umat Manusi, hidrorologi menempatkan hutan sebagai tonggak dan penopang pengaturan tata air dan perlindungan tanah, yang pada prinsipnya merupakan bagian yang terpenting dan tidak dapat dipisahkan bagi kehidupan. Fungsi estetika menempatkan hutan sebagai pelindung alam dan lingkungan dan menjadikan hutan sebagai paru-paru dunia.

“Namun demikian dalam era globalisasi sekarang ini, kecenderungan masyarakat untuk memanfaatkan hutan, lebih dititik beratkan pada kepentingan sosio–ekonomi dengan mengabaikan fungsi hidro–orologi maupun fungsi estetika, pemanfaatan hutan yang cenderung lebih dititik beratkan pada kepentingan sosio-ekonomi telah banyak memberikan dampak yang negatif bagi fungsi hutan itu sendiri maupun bagi kehidupan,” jelasnya.

“Akibatnya populasi ikan dan hewan yang tinggal di pohon bakau (mangrove/Red), tanaman bakau (mangrove/Red), merupakan ekosistem yang menjadi habitat banyak makhluk hidup, jika hutan bakau rusak, hewan-hewan yang hidup di dalamnya akan kehilangan tempat tinggal, tempat menyimpan dan menetaskan telur, tempat berlindung, dan mengalami kematian, ikan, udang, kepiting, monyet, katak, penyu, dan hewan lainnya yang tinggal di pohon bakau akan kekurangan habitat, mengalami kematian, dan menurunkan populasi mereka” Jelasnya.

“Hilangnya fungsi hutan adalah banyak terjadi banjir, tanah longsor, turunnya mutu tanah, perambahan hutan yang berakibat semakin menyempitnya areal hutan, berkurangnya pendapatan masyarakat disekitar hutan, dan dampak selanjutnya adalah berkurangnya kemampuan biosfer menyerap CO2 yang berakibat pada penambahan tinggi suhu dipermukaan bumi atau sering disebut sebagai pemanasan global, sehingga tidak menempatkan lagi hutan sebagai paru-paru dunia,” paparnya.

Penjelasan Samuel Pasaribu mengingatkan kita akan pentingnya hutan khususnya mangrove atau bakau yang berfungsi sebagai benteng pertahanan laut agar tidak merengsek daratan, untuk itu Samuel Pasaribu menghimbau agar menghentikan segala bentuk penebangan hutan mangrove untuk kepentingan apapun termasuk panglong arang.

“Demi hal tersebut, kami akan melakukan gugatan Legal Stending kepada para pelaku industry panglong arang, khususnya Koperasi Silpa Selatpanjang dan DLHK Provinsi Riau ke depan Pengadilan, demi terjadinya tindakan dan tanggungjawab kami selaku Yayasan dalam mengawasi ekosistem dan alam sesuai Pungsinya,” tutupnya.

Perlu diketahui, pada bulan Januari tepatnya tanggal 26 tahun 2023 ini, pihak DPR RI telah melakukan sidak di kota Batam, ditemukan satu gudang besar berisikan arang bakau (Mangrove) yang siap di kirimkan (Ekspor) ke Singapura bahkan ke Benua Eropa, dalam penangkapan tersebut terungkap pemasok tersesar gudang tersebut adalah Natuna dan Kabupaten Kepulauan Meranti, Riau.

Tak hanya itu, Kapolda Sumatera Utara baru – baru ini telah melakukan penangkapan panglong arang secara besar – besaran di Sumatera Utara, dalam penangkapan tersebut puluhan panglong arang ditutup hingga menangkap pelaku dan pemilik panglong tersebut.

Demi sajian pemberitaan yang lebih akurat dan berimbang, Media RibakNews.com mengkonfirmasi Murod selaku Kepala DLHK Provinsi Riau, Melalui Via WhatsApp pribadinya pada (11/10), sungguh disayangkan, hingga pemberitaan ini ditayangkan, Murot tampak belum memberikan tanggapan atau balasan pesan konfirmasi tersebut terkesan BUNGKAM.

(Batubara).