RibakNews.com (Jakarta) –Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) seharusnya menjadi pihak yang paling bertanggung jawab atas persoalan obat sirup yang mengandung etilen glikol (EG) dan Dietilen Glikol (DEG) melebihi ambang batas.
Bagaimana tidak, Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) Penny K. Lukito sebelumnya menyatakan bawha terdapat tiga produk yang melebihi batas ambang cemaran.
Ketiga produk yang telah dilakukan pengujian dan dinyatakan cemaran EG dan DEG melebihi ambang batas aman adalah Unibebi Cough Syirup(Universal Pharmaceutical Industries), Unibebi Demam Drop (Universal Pharmaceutical Industries), dan Unibebi Demam Syrup (Universal Pharmaceutical Industries).
Kata Penny saat itu, bahwa kadar cemaran di produk jadi bukan merupakan kewajiban pihaknya. Ketentuan ini pun sudah sesuai dengan standar pengawasan farmasi internasional.
Namun, ia juga mengaku, bahwa selama ini memang pengawasan terhadap kadar pencemar diproduk jadi, tidak jadi ketentuan standar-standar pengawasan atau standar pembuatan obat. Kemudian, juga tidak mensyaratkan adanya pengawasan produk jadi terhadap pencemar-pencemar tersebut. Sehingga itu (pengawasan ke produk jadi) tidak dilakukan.
Atas hal inilah, Komunikolog Indonesia, Emrus Sihombing berpandangan bahwa, BPOM telah gagal melakukan pengawasan pre-market dan post-market atau sebelum dan sesudah obat-obatan itu berada di pasar.
Padahal, jelas Emrus, dalam Pasal 2 ayat 1 dan Pasal 3 huruf d Peraturan Presiden Nomor 80 Tahun 2017 tentang Badan Pengawas Obat dan Makanan telah mengatur BPOM bertanggung jawab menyelenggarakan tugas pemerintahan di bidang pengawasan obat dan makanan, serta menyelenggarakan fungsi pelaksanaan pengawasan sebelum beredar dan pengawasan selama beredar.
“Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) Penny Kusumastuti Lukito, menurut hemat saya, orang yang paling tepat bertanggungjawab atas segala sesuatu terkait peredaran obat sirup yang diduga menjadi penyebab kasus gagal ginjal akut pada anak,” kata Emrus saat berbincang dengan Monitor Indonesia, Sabtu (29/10).
Menurut Emrus, kejadian tersebut sangat memilukan karena sejumlah anak Indonesia telah meninggal dunia, padahal mereka adalah penerus atau generasi bangsa Indonesia ini.
“Tak terbayang oleh saya, bagaimana sedihnya seorang ibu kandung ditinggal oleh “si buah hati” yang sangat dikasihinnya dalam perjalanan hidupnya,” ungkap Emrus.
Oleh sebab itu, Emrus menegaskan, hanya Kepala BPOM-lah sebagai orang pertama dan sekaligus representasi pemerintah yang paling bertanggungjawab atas pengawasan obat dan makanan.
“Kalau bukan BPOM yang bertanggung jawab, terus siapa lagi? jadi tak perlu lagi untuk saling menyalahkan lagi,” tutupnya.
Kementerian Kesehatan (Kemenkes) mencatat jumlah temuan kasus gangguan ginjal akut progresif atipikal (GGAPA) di Indonesia total mencapai 269 orang per Rabu (26/10) kemarin. Ratusan kasus itu tersebar di 27 provinsi Indonesia.
“Pada tanggal 26 Oktober ada 269 kasus. Yang dirawat 73 kasus, 157 kasus di antaranya meninggal berarti 58 persen. Lalu yang sembuh 39 kasus,” kaya Juru Bicara Kementerian Kesehatan Syahril dalam konferensi persnya, Kamis (27/10).
(Timbul Sinaga/Sariman).