RibakNews.com (Bekasi) –Kejaksaan Negeri (Kejari) Kabupaten Bekasi melakukan penahanan terhadap Kepala Desa (Kades) Lambang Sari, PH, terkait dugaan korupsi penyalahgunaan kekuasaan, adanya permintaan sejumlah uang dalam program Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL), Desa Lambangsari, Kecamatan Tambun Selatan, Kabupaten Bekasi, Jawa Barat.
Kepala Seksi Intelejen (Kasie Intel) Kejari Kabupaten Bekasi, Siwi Utomo menerangkan, penyidikan dilaksanakan sebagai tindak lanjut dari adanya laporan masyarakat yang keberatan atas permintaan sejumlah uang dalam proses PTSL.
“Kita lakukan penahanan tadi sekitar pukul 17.30 WIB. Kasus ini berawal dari ditetapkannya Desa Lambang Sari sebagai salah satu Desa yang mendapatkan program PTSL oleh Badan Pertanahan Nasional atau BPN Kabupaten Bekasi pada Tahun 2021,” katanya, Selasa (2/8/2022).
Selanjutnya, sambung Siwi, para warga yang mendaftarkan tanahnya untuk mengikuti program PTSL dilakukan dengan mengajukan berkas permohonan ke masing-masing Ketua RT. Selanjutnya, dokumen tersebut diteruskan ke Ketua RW, Kepala Dusun, Sekretaris Desa, Kasi Pemerintahan dan Sekdes.
“Terakhir, baru diserahkan kepada Kades Lambang Sari yaitu PH untuk selanjutnya diserahkan ke pihak BPN untuk segera dapat diproses PTSL-nya,” jelasnya.
Selanjutnya, lanjut Siwi, untuk penyelenggaraan program PTSL ini, Kades Lambang Sari, PH, mengadakan rapat bersama dengan Sekretaris Desa (Sekdes), Kasi Pemerintahan, Kepala Dusun (Kadus), Ketua RW dan Ketua RT.
“Pada intinya, dalam keputusan rapat tersebut Kades Lambang Sari memerintahkan kepada Sekdes, Kasi Pemerintahan, Kadus, Ketua RW dan Ketua RT untuk meminta uang kepada para warga yang mau mengikuti program PTSL agar membayar sebesar Rp400 ribu,” ungkapnya.
Uang sebesar Rp400 ribu itu, kata Siwi, untuk tiap sertifikat dan uang tersebut dikumpulkan kepada Kepala Desa Lambang Sari, PH. Namun, untuk biaya patok, materai, fotokopi dan lain sebagainya dibebankan kepada pemohon atau masyarakat yang mengajukan PTSL.
“Total permohonan yang masuk untuk mengikuti program PTSL di Desa Lambang Sari sebanyak 1.165 sertifikat untuk tiga Dusun dan terkumpul total uang hasil pungutan PTSL sebesar Rp.466 juta,” jelasnya.
Diungkapkan Siwi, bahwa masih ada dugaan permintaan uang dengan jumlah yang lebih besar terkait penyalahgunaan permohonan PTSL dari pemohon badan hukum atau perusahaan terkait tanah untuk mendapatkan program PTSL.
“Untuk kepentingan penyidikan, terhadap tersangka PH saat ini telah dilakukan penahanan untuk waktu 20 hari hingga 21 Agustus 2022,” pungkasnya
Sebelumnya, Kades Pipit Hariyanti atau PH juga menuai polemik terkait sertifikat alas hak tanah makam Jati Adnan menjadi atas nama pribadi Kepala Desa (Kades) Lambang Sari, Pipit Haryanti.
Dalam klarifikasinya, pada 14 Mei 2022, PH menjelaskan bahwa namanya adalah sebagai Wakif atau pihak yang mewakafkan.
Sementara, Nazir-nya atau pengelola dua nama berinisial MYH dan AS yang merupakan staff Desa tanpa melalui musyawarah para Tokoh Agama, Tokoh Masyarakat, Tokoh Pemuda, RT dan RW.
PH beralasan, hal itu dilakukan sebagai dasar untuk ditingkatkan menjadi Akta Wakaf, karena Nazir atau Pengelola yang ditentukan bersifat sementara.
“Nama pribadi itu hanya sebagai dasar untuk ditingkatkan menjadi Akta Wakaf. Wakif-nya nama saya sebagai Kepala Desa, Nazirnya sebagai Pemerintah Desa,” kata Pipit dalam klarifikasinya.
Salah satu Tokoh Masyarakat mengatakan, meski tujuannya baik, tapi langkah itu dinilai kurang tepat karena mengatasnamakan pribadi Kepala Desa. Sebab, Pasal 7 UU No. 41 Tahun 2004, tentang Wakif, haruslah perseorangan atau Organisasi atau Badan Hukum.
“Masalahnya adalah, Pemerintah Desa membuat surat berupa lahan bekas Perkebunan PT. Cibitung yang di wakafkan atas nama pribadinya tanpa ada musyawarah dengan para Tokoh. Setelah ramai barulah mau musyawarah,” tandasnya.
(M.Marbun).